MAKALAH
TENTANG
PENYULUHAN PERIKANAN
DI
SUSUN OLEH
Nama : Khilal Aditya
Nim : ( 2018154243028 )
DOSEN PENGAMPU
HAMID. S.P.,
M.Si
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN
UPATMA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sektor perikanan memiliki peran yang
cukup penting dalam menciptakan lapangan kerja, penyediaan pangan, dan sumber
devisa negara. Salah satu sub sektor perikanan yaitu perikanan budidaya
(akuakultur) semakin penting perannya dalam pembangunan di negara kita
sebagaimana juga di negara-negara lain di dunia ketiga, terlebih lagi produksi
perikanan dari hasil penangkapan secara signifikan mengalami penurunan terus
menerus selama beberapa dekade terakhir ini (FAO 2007).
Peluang untuk meningkatkan produksi
ikan dari usaha akuakultur sangat besar, mengingat bahwa potensi perairan
Indonesia cukup luas, baik yang berupa perairan umum (danau, waduk, sungai dan
sebagainya), sawah irigasi, pantai, rawa mangrove, dan perairan budidaya
(tambak, sawah, kolam, dan karamba). Luas perairan budidaya yang telah
diusahakan sekitar 300 ribu ha dari 17.810 ribu ha total luas areal perairan
Indonesia. Produksi akuakultur juga meningkat setiap tahun, seperti yang
ditunjukkan dari data produksi akuakultur tahun 2004 sampai 2007 yang meningkat
sebesar 28% (Ferinaldy 2008). Terdapat 12 jenis ikan yang menjadi primadona,
beberapa di antaranya berupa Ikan Bandeng, Mas, Nila, Lele, Gurame, dan Patin
yang menjadi andalan budidaya di air tawar. Perkembangan produksinya dari tahun
2006 mencapai pertumbuhan rata-rata 15% pada 2007 (Ferinaldy 2008).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1.
Mengetahui Definisi, Fungsi,
dan Tujuan Penyuluhan Perikanan.
1.2.2.
Mengetahui Komunikasi
yang Efektif dalam pelaksanaan penyuluhan .
1.2.3.
Mengetahui pengertian, Inovasi,
adopsi, dan difusi dalam penyuluhan.
1.2.4.
Mengetahui Metode
penyuluhan .
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Definisi Penyuluhan Perikanan
Penyuluhan perikanan adalah proses
pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Penyuluhan
merupakan kegiatan pendidikan yang mengandung prosesbelajar mengajar. Agar
proses belajar-mengajar berlangsung dengan efektif danefisien, diperlukan
suasana belajar-mengajar yang tepat. Metode
Penyuluhan adalah cara penyampaian
materi (isi pesan) penyuluhan oleh
penyuluh kepada petani beserta anggota keluarganya baik secara langsung maupun
tidak langsung agar mereka tahu, mau, dan mampu menggunakan inovasi baru.
Teknik penyuluhan
dapat didefinisikan sebagai keputusan-keputusanyang dibuat oleh sumber atau
penyuluh dalam memilih serta menata simbol danisi
pesan menentukan pilihan cara, dan frekuensi penyampaian pesan serta menentukan bentuk penyajian pesan. Metoda Penyuluhan tidak lain adalah suasana
belajar mengajar yangdiciptakan oleh sumber belajar (dengan partisipasi dari
peserta belajar) untuk merangsang
dan mengarahkan kegiatan belajar (Leagens, 1960). Sebagai seorang penyuluh (agen pembaharu), kita
harus dapat menentukan pilihan method mengajarkan apa yang harus dipakai
dalam suatukegiatan pendidikan penyuluhan.
Karena ada berbagai metoda yang biasa digunakan
dalam penyuluhan pertanian (Sukandar W, 1978). Penentuan method pengajaran apa yang akan digunakan dalam suatukegiatan
pendidikan penyuluhan, hendaknya dilakukan dengan memperhatikan
karakteristik-karakteristik pada warga belajar. Hasil penelitian-penelitian
yang telah dilakukan dalam bidang ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan cara belajar dikalangan
warga belajar penyuluh, yang menyebabkanada cara-cara mengajar tertentu yang
lebih menarik bagi kelompok – kelompokwarga belajar tertentu.
2.2. Fungsi
Penyuluhan Perikanan
2.2.1.
Eksplanasi
Fungsi Menurut UU No. 16 Tahun 2006
tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Fungsi sistem
penyuluhan meliputi termasuk dalam Pasal 4, yaitu:
a).
Memfasilitasi
proses pembelajaran pelaku utama dasn pelaku usaha;
b).
mengupayakan
kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi,
dan sumberdaya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya.
c).
Meningkatkan
kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku
usaha.
d).
Membantu
pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi
organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola
berusaha yang baik, dan berkelanjutan.
e).
Membantu
menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang
dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha.
f).
Menumbuhkembangkan
kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan
g).
Melembagakan
nilai-nilai budaya pembangunan perikanan yang maju dan modern bagi pelaku utama
secara berkelanjutan.
2.2.2. Fungsi Penyuluhan
Adalah menjembatani kesenjangan antara
praktik yang biasa dijalankan oleh sasaran dengan pengetahun dan teknologi yang
selalu berkembang menjadi kebutuhan sasaran tersebut. Dengan demikian, penyuluhan dengan para penyuluhnya merupakan
penghubung yang bersifat dua arah (two way traffic) antara :
a).
Pengetahuan
yang dibutuhkan sasaran dengan pengalaman yang biasa dilakukan oleh sasaran;
b).
Pengalaman
baru yang terjadi pada pihak para ahli dengan kondisi yang nyata dialami oleh
sasaran. Karena itu, fungsi penyuluhan dapat dianggap sebagai penyampai dan
penyesuai program nasional dan regional agar dapat diikuti dan dilaksanakan
oleh masayarakat, sehingga program- program masayarakat yang disusun dengan
itikad baik akan berhasil dan mendapat partisipasi masyarakat.
2.3. Tujuan
Penyuluhan Perikanan
Pedoman ini disusun agar Penyuluh
Perikanan memiliki pemahaman yang utuh dan komprehensif tentang tugas dan
fungsinya dalam melaksanakan pendampingan kepada pelaku utama dan pelaku usaha
perikanan.
Tujuan pedoman Penyuluh Perikanan
adalah :
1. Bagi instansi pembina Penyuluh Perikanan,
·
Sebagai
acuan dan arah kebijakan dalam mengukur kinerja Penyuluh Perikanan
2. Bagi Penyuluh Perikanan,
·
Sebagai
acuan dalam pelaksanaanpendampingan kepada pelaku utama dan pelaku usaha
perikanan;
·
Sebagai
acuan pelaksanaan penyelenggaraan penyuluhan perikanan di kabupaten/kota
3. Bagi pelaku utama dan pelaku usaha sektor
kelautan dan perikanan,
·
Sebagai
acuan dalam pengembangan bisnis usaha perikanan
4. Bagi Stakeholder,
·
Sebagai
acuan dalam membangun sinergi kegiatan pendampingan dan pemberdayaan pelaku
utama danpelaku usaha perikanan.
2.4. KOMUNIKASI YANG
EFEKTIF
Dalam
proses komunikasi terdapat lima komponen atau unsur penting dalam
komunikasi yang harus kita perhatikan yaitu: sender, massage, delivery channel atau media, receiver dan efect/umpan balik (feedback). Melalui proses
komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami
oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang
disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.
Secara
sederhana menurut Tubbs dan Moss (1996) komunikasi dikatakan efektif bila orang
berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Sebenarnya ini hanya salah
satu ukuran bagi efektivitas komunikasi. Secara umum, komunikasi
dikatakan efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh
pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan
dipahami oleh penerima.
2.4.1 PRINSIP DASAR YANG MEMPENGARUHI
KOMUNIKASI
Menurut G. Zakia 2013, factor yg mempengaruhi :
1. Faktor teknis,
Faktor yang bersifat teknis yaitu
kurangnya penguasaan teknis komunikasi. Teknik komunikasi mencakup .unsur-unsur
yang ada dalam komunikator dikala mengungkapkan pesan menjadi
lambang-lambang.kejelian dalam memilih saluran, metode penyampaian pesan.
2. Faktor perilaku,
Bentuk dari perilaku yang dimaksud
adalah perilaku komunikan yang bersifat: pandangan yang bersifat apriori,
prasangka yang didasarkan atas emosi, suasana yang otoriter, ketidak mampuan
untuk berubah vvalaupun salah, sifat yang egosentris.
3. Faktor situasional
Kondisi dan situasi yang menghambat
komunikasi misalnya situasi ekonomi, sosial, politik dan keamanan
4. Keterbatasan waktu
Sering karena keterbatasan waktu orang
tidak berkomunikasi, atau berkomunikasi secara tergesa-gesa, yang tentunya
tidak akan bisa memenuhi persyaratan-persyaratan komunikasi.
5. Jarak Psychologis/status social
Jarak psychologis biasanya terjadi
akibat adanya perbedaan status, yaitu status sosial maupun status dalam pekerjaan.
Misalnya, seorang pesuruh akan sulit berkomunikasi dengan seorang menteri
karena ada jarak psichologis yaitu pesuruh merasa statusnya terlalu jauh
terhadap menteri. Selanjutnya, ada orang yang hanya ingin mendengar
informasi yang dia senangi saja, sedangkan informasi lainnya tidak.
6. Adanya evaluasi terlalu dini
Seringkali orang sudah mempunyai
prasangka, atau sudah menarik suatu kesimpulan sebelum menerima keseluruhan
informasi atau pesan. Hal ini jelas menghambat komunikasi yang baik.
7. Lingkungan yang tidak mendukung
Komunikasi interpersonal akan lebih
efektif jika dilakukan dalam lingkungan yang menunjang, berikut ini beberapa
contoh suasana lingkungan yang tidak menunjang atau mendukung yaitu :
·
Keadaan
suhu (terlalu panas atau terlalu dingin)
·
Keadaan
ribut atau bising
·
Lingkungan
fisik yang tidak mendukung (ruang terlalu sempit/ kurang keleluasaan pribadi)
8. Keadaan si komunikator
Keadaan fisik dan perasaan komunikator
sangat berpengaruh terhadap berhasil atau gagalnya komunikasi. Misalnya : Komunikator
sedang mempunyai masalah pribadi hingga pikiran kacau, Komunikator sedang
sakit, juga mempengaruhi komunikasi, atau kalau komunikator mempunyai cacat
seperti suara sengau. gagap dan sebagainya akan mengakibatkan pesan yang
disampaikan tidak jelas tertangkap oleh sasaran.
9. Gangguan bahasa
Komponen semantik: Gangguan semantik
ialah gangguan komunikasi yang disebabkan karena kesalahan pada bahasa yang
digunakan. Gangguan semantik sering terjadi karena:
10. Rintangan fisik
Rintangan fisik adalah rintangan yang disebabkan
karena kondisi geografis misalnya jarak yang jauh sehingga sulit dicapai, tidak
adanya sarana kantor pos, kantor telepon, jalur transportasi dan semacamnya. Dalam
komunikasi antar manusia rintangan fisik bisa juga diartikan karena adanya
gangguan organik, yakni tidak berfungsinya salah satu panca indra penerima.
2.5. ADOPSI, INOVASI
DAN DIFUSI
a. Pengertian Adopsi dan Difusi Inovasi Dalam Penyuluhan
Adopsi Inovasi dalam Penyuluhan,
Pada hakekatnya adopsi dalam proses penyuluhan, diartikan sebagai proses
perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan pada
diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan penyuluh oleh
masyarakat sasarannya. Pengertian
adopsi sering rancu dengan pengertian “adaptasi” yang berarti penyesuaian.
Selain itu adopsi juga dapat diartikan sebagai proses yang terjadi sejak
pertama kali seseorang mendengar hal-hal baru sampai orang tersebut menerima,
menerapkan, dan menggunakan hal baru tersebut.
Dalam proses adopsi ini petani sasaran dapat mengambil
keputusan setelah melalui beberapa tahapan. Karena adopsi merupakan hasil dari
kegiatan penyampaian pesan penyuluhan yang berupa “inovasi”, maka proses adopsi
itu dapat digambarkan sebagai suatu proses komunikasi yang diawali dengan
penyampaian inovasi sampai dengan terjadinya perubahan perilaku.
b.
Difusi
Inovasi dalam Penyuluhan
Yang dimaksud dengan proses difusi inovasi adalah
perembesan adopsi inovasi dari satu individu yang telah mengadopsi ke individu
yang lain dalam system sosial masyarakat sasaran yang sama. Perubahan sosial
yang direncanakan pada proses penyuluhan sangat rumit, pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi tiga tahap kegiatan, yaitu: invensi, difusi dan
konsekuensi-konsekuensi. Dan dalam perubahan sosial perlu diadakan perencanaan
yang terencana, khususnya dalam pembangunan pertanian karena adanya
faktor-faktor tertentu.
c.
Tahapan
Adopsi menurut (Kartasapoetra, 1987).:
Dalam
proses adopsi terdapat tahapan-tahapan sebelum masyarakat mau menerima atau
menerapkan dengan keyakinannya sendiri, meskipun selang waktu antara tahapan
satu dengan yang lainnya tidak selalu sama (tergantung sifat inovasi,
karakteristik sasaran, keadaan lingkungan dan aktivitas atau kegiatan yang
dilakukan oleh penyuluh). Tahapan-tahapan adopsi adalah:
1.
Awareness atau
kesadaran.
Setelah
dilakukan penyuluhan dengan daya, gaya dan contoh yang menarik bagi para
petani, pada tahap ini para petani baru mengetahui dan menyadari bahwa ada
cara-cara : Yang
mereka lakukan kurang baik atau mengandung kekeliruan.
2.
Interest atau adanya
minat.
Petani yang telah tertarik dan sadar akan perlunya
teknologi baru yang berkaitan dengan usaha taninya mulai menaruh minat terhadap cara-cara itu.
Karena sikapnya yang selalu hati-hati sehingga mereka masih perlu
bertanya-tanya.
3.
Evalution atau
penilaian.
Setelah
petani mendapat penjelaan-penjelasan dari sesama petani yang tergolong mudah
mengadopsi, maka ia mengetahui sesuatu hal yang lebih banyak dan kebimbangannya
mulai pudar. Mulailah
petani itu melakukan penilaian atau evaluasi terhadap teknologi baru. Pada
tahap ini peranan penyuluh dengan jalan memberikan penjelasan yang jelas dan
terperinci adalah sangat penting. Penyuluh harus dapat menghilangkan segala
keraguan sehingga timbul keinginan petani untuk mencoba inovasi tersebut.
4.
Trial atau
mencoba.
Pada
tahap ini penyuluh membimbing dan memperagakan materi yang telah disuluhkannya,
kemudian penyuluh pertanian menuntun petani agar bisa mempraktekkan teknologi
secara mandiri. Penyuluh harus aktif melakukan pengawasan, karena apabila mengalami
kegagalan maka kepercayaan petani selanjutnya akan hilang atau sulit
ditimbulkan kembali
5.
Adoption atau
mau menerima
Tahap ini menjelaskan bahwa para petani akan menerapkan
terus-menerus teknologi baru itu dalam kegiatan usaha taninya. Perlakuan demi
perlakuan dan keberhasilan demi keberhasilan akan lebih menggairahkan petani,
sehingga setiap dilakukan penyuluhan petani tidak pernah absen
d. Model Difusi Inovasi Dalam Penyuluhan Pertanian
Proses penyebaran inovasi dari suatu sumber inovasi
kepada anggota-anggota suatu system sosial digambarkan dalam model difusi
inovasi. Dengan menganggap bahwa sumber inovasi hanya berasal dari lembaga
penelitian, maka terdapat tiga model difusi inovasi, yaitu: Model Top Down,
Model Feed Back dan Model Farmer Back To Farmer.
1. Model Top Down
Model
ini dikemukakan oleh A.H. Bunting (1979), mendeskripsikan model top down ini
sebagai model penyuluhan pertanian konvensional sebagai mana halnya proses
komunikasi yang melibatkan tenaga teknis dan administrasi penyuluhan, yang
diwakili peneliti yang menghasilkan teknologi yang ditransmisikan melalui
penyuluhan kepada petani produsen atau sasaran yang diharapkan.
2. Model
Feedback
Model Feedback ini dikembangkan oleh Benor dan Horison
(1977). Model feedback ini dikenal sebagai training dan visit system atau di
Indonesia disebut system latihan kunjungan (system LAKU). Model ini dianggap
sebagai perbaikan model Top-Down, yaitu dengan mempertimbangkan mekanisme umpan
balik antara peneliti- penyuluh pertanian. Dalam model ini, peneliti bekerja di
laboratrium dapat memahami dengan baik reaksi petani terhadap teknologi yang
dihasilkan peneliti, sehingga terjadi komunikasi langsung antara pakar
agronomi, pakar ilmu-ilmu sosial dan penyuluh yang bekerja dengan petani di
lapang.
3. Model
Farmer Back To Farmer
Model ini dikemukakan oleh Rhoades dan Booth (1982) yang
mengasumsikan bahwa penelitian harus dimulai dan diakhiri dari petani. Dengan demikian dalam
model difusi ini terdapat informasi yang lengkap dan akurat mengenai realitas
usaha tani. Model juga mengasumsikan bahwa petani memiliki masalah teknologi
dan berusaha untuk memecahkanya. Kunci perbedaan dengan model difusi lainnya
adalah fleksibilitas dan penelitian ditingkat petani untuk mengidenfikasi
sumber daya yang ada ditingkat usaha tani.